Minggu, 24 April 2016

Fikih Hudud (1)


MUQODDIMAH

Allah Subhanahu wa Ta’ala al-Hâkim (Yang Maha Bijaksana) senantiasa menjaga hak-hak manusia dan menjaga kehidupan mereka dari kezhaliman dan kerusakan. Syariat Islam pun ditetapkan untuk menjaga dan memelihara agama, jiwa, keturunan, akal dan harta yang merupakan adh-Dharûriyât al-Khamsu (lima perkara mendesak pada kehidupan manusia). Sehingga setiap orang yang melanggar salah satu masalah ini harus mendapatkan hukuman yang ditetapkan Syari'at dan disesuaikan dengan pelanggaran tersebut.
Salah satunya adalah penegakan hudûd yang menjadi salah satu keistimewaan ajaran Islam dan merupakan bentuk kesempurnaan rahmat dan kemurahan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada makhluknya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan: hudûd berasal dari rahmat untuk makhluk dan kebaikan mereka. Oleh karena itu, sudah sepatutnya orang yang menghukum manusia karena dosa-dosa mereka, bertujuan melakukannya untuk kebaikan dan rahmat kepada mereka, sebagaimana tujuan orang tua membina anak-anaknya dan dokter dalam mengobati orang yang sakit.
PENGERTIAN HUDUD

Hudûd adalah kosa kata dalam bahasa Arab yang merupakan bentuk jamâ’ (plural) dari kata had yang asal artinya pembatas antara dua benda. Dinamakan had karena mencegah bersatunya sesuatu dengan yang lainnya. Ada juga yang menyatakan bahwa kata had berarti al-man’u (pencegah), sehingga dikatakan Hudûd Allah Azza wa Jalla adalah perkara-perkara yang Allah Azza wa Jalla larang melakukan atau melanggarnya .
Menurut syar’i, istilah hudûd adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama dan menghapus dosa pelakunya.



DELIK HUKUMAN KEJAHATAN
(Jarîmah al-Hudûd)

Kitabullâh dan sunnah Rasul-Nya sudah menetapkan hukuman-hukuman tertentu bagi sejumlah tindak kejahatan tertentu yang disebut jarâimu al-hudûd (delik hukuman kejahatan), yang meliputi kasus; perzinahan, tuduhan berzina tanpa bukti yang akurat, pencurian, mabuk-mabukan, muhârabah (pemberontakan dalam negara Islam dan pengacau keamanan), murtad, dan perbuatan melampui batas lainnya.
Dengan demikian Hudûd meliputi tujuh jenis:
1. Had zina (hukuman Zina) ditegakkan untuk menjaga keturunan dan nasab.
2. Had al-Qadzf (hukuman orang yang menuduh berzina tanpa bukti) untuk menjaga kehormatan dan harga diri.
3. Had al-Khamr (hukuman orang minum khamer (minuman memabukkan) untuk menjaga akal.
4. Had as-Sariqah (hukuman pencuri) untuk menjaga harta.
5. Had al-Hirâbah (hukuman para perampok) untuk menjaga jiwa, harta dan harga diri kehormatan.

6. Had al-Baghi (hukuman pembangkang) untuk menjaga agama dan jiwa.
7. Had ar-Riddah (hukuman orang murtad) untuk menjaga agama.
8. Ta'zîr.

SYARAT PENERAPAN AL-HUDUD

Penerapan Hudûd tidak dilakukan tanpa empat syarat:
1. Pelaku kejahatan adalah seorang mukallaf yaitu baligh dan berakal.
2. Pelaku kejahatan tidak terpaksa dan dipaksa.
3. Pelaku kejahatan mengetahui larangannya.
4. Kejahatannya terbukti dan bahwa ia melakukannya tanpa ada syubhat. Hal ini bisa dibuktikan dengan pengakuannya sendiri atau dengan bukti persaksian orang lain.

Publication : 1437 H_2016 M

FIKIH HUDUD
Oleh : Ustadz Kholid Syamhudi حفظه الله

Sumber Almanhaj.Or.Id yang menyalinnya dari
Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIII_1430 H_2009 M

e-Book ini didownload dari www.ibnumajjah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar