Kamis, 21 April 2016

Kaidah Seputar Dzikir dan Doa (4)


Kaidah 6: Dzikir dan Do’a Berlandaskan Hadits Shahih

Dzikir dan do’a yang boleh diamalkan (hanyalah) doa dan dzikir yang berlandaskan hadits yang shahih. Sebaliknya jika haditsnya lemah, maka tidak boleh diamalkan

Alangkah bagusnya yang diriwayatkan oleh Imam al-Harawi rahimahullah dalam kitab Dzammul Kalam (4/68),
“Bahwasanya ‘Abdullah bin al-Mubarak suatu ketika pernah tersesat disuatu jalan ketika bepergian, sebelumnya telah sampai kabar kepadanya, ‘Barangsiapa yang terjepit dalam kesusahan kemudian berseru, ‘Wahai hamba Allah, tolonglah aku,’ maka ia akan ditolong.’ Abdullah bin al-Mubarak berkata, ‘Maka akupun mencari hadits tersebut agar aku dapat meneliti sanadnya.'”

Al-Harawi mengomentari dengan perkataannya, “‘Abdullah bin al-Mubarak tidak memperbolehkan dirinya untuk berdo’a dengan suatu doa yang tidak ia ketahui sanadnya.”

Syaikh al-Albani rahimahullah membawakan perkataan diatas dalam kitabnya Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah wal Mau-dhuu’ah (2/109, no. 655). Lalu beliau berkomentar, “Demikianlah hendaknya bentuk ittiba’ (mengikuti Rasul shallallahu’alaihi wasallam-ed).”

Kaidah 7: Percobaan Bukanlah Dalil

Sebagaimana kaidah sebelumnya bahwa dzikir dan do’a harus berlandaskan hadits yang shahih, demikian pula tidak boleh mengamalkan do’a dan dzikir yang lemah, sekalipun sudah pernah dicoba dan terbukti (dikabulkan-ed) . Sebagai contoh adalah do’a yang berbunyi:

إذا انفلتت دابة أحدكم بأرض فلاة فليناد
يَا عِبَادِ اللهِ احْبَسُوْا عَلَيَّ، يَا عِبَاد الله احْبَسُوْا عَلَيَّ،
فإنّ لله في الأرض حاضرا سيحبسه عليكم

“Apabila hewan kendaraan kalian lepas ditanah luas, maka hendaklah ia memanggil: ‘Wahai hamba Allah, tahanlah untukku, wahai hamba Allah, tahanlah untukku’ maka Allah memiliki orang yang hadir dibumi untuk menahan hewan kendaraan tersebut untuk kalian.”

As-Sakhawi berkata: “Sanadnya lemah, tetapi an-Nawawi berkata bahwa ia dan sebagian gurunya pernah mencoba doa ini dan terbukti.” (Ibtihaj bi Adzkaaril Musafir wal Hajj hal. 39)

Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh asy-Syaukani rahimahullah,
“As-Sunnah tidaklah ditetapkan dengan percobaan. Terkabulnya do’a tidaklah menunjukkan bahwa faktor terkabulnya karena shahih dari Rasulullah. Sebab bisa jadi Allah Ta’ala mengabulkan do’a seseorang tanpa tawassul kepada-Nya sebab Allah Maha Penyayang terhadap hamba-Nya dan bisa jadi terkabulnya do’a dikarenakan Allah memanjakan seseorang sehingga ia terus larut dalam kelalaiannya.” (Tuhfatudz Dzaakiriin, hal. 140)


****
Sumber: Keajaiban Dzikir Pagi & Petang (judul asli: Syarh Hisnul Muslim minal Adzkaaril Kitaab was Sunnah: Adzkaarush Shabaah wal Masaa’). Majdi bin ‘Abdil Wahhab Ahmad. Penerbit: Media Tarbiyah. Bogor. Dengan sedikit editan redaksi wanitasalihah.com

Artikel wanitasalihah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar