Senin, 16 Mei 2016

A L - H A K I I M Yang Maha Bijaksana



Al-Hakiim
(Yang Mahabijaksana)

Firman Allah عزّوجلّ:
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَهُوَ الْـحَكِيمُ الْـخَبِيرُ
"Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-An'aam/6: 18)
Dia عزّوجلّ al-Hakiim yang disifati dengan kebijaksanaan yang sempurna dan kesempurnaan hukum di antara makhluk. Maka al-Hakiim yaitu yang memiliki ilmu yang luas dan mengetahui dasar (permulaan) segala perkara dan akibatnya, pujian yang luas, qudrat yang sempurna, rahmat yang melimpah. Dialah yang meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, menempatkannya di tempat yang pantas pada ciptaan dan perintah-Nya. Maka tiada ditujukan kepada-Nya pertanyaan (sebagai protes) dan tiada cela dalam kebijaksanaan-Nya.


Kebijaksanaan-Nya ada dua:
Pertama: Kebijaksanaan pada makhluk-Nya.
Dia menciptakan makhluk dengan benar dan mengandung kebenaran. Maksud dan tujuan-Nya adalah benar. Dia menciptakan semua makhluk dengan sebaik-baik susunan, mengaturnya dengan aturan yang sempurna, memberikan setiap makhluk ciptaan-Nya yang pantas dengannya. Bahkan, la memberikan setiap bagian dari bagian tubuh makhluk dan setiap anggota dari anggota tubuh makhluk hidup corak dan bentuknya. Seseorang tidak akan melihat pada ciptaan-Nya cela/aib, kekurangan dan sia-sia.
Jika berkumpul semua akal makhluk dari yang pertama sampai yang terakhir untuk menciptakan (yang belum pernah ada) seperti ciptaan Allah عزّوجلّ yang bersifat Rahmaan, atau yang mendekati sesuatu yang la ciptakan di alam semesta berupa keindahan, keteraturan, dan kokoh, niscaya mereka tidak akan mampu. Dari mana adanya kemampuan bagi mereka atas yang demikian itu?
Cukuplah orang-orang yang berakal dan bijaksana dari mereka mengenal kebijaksanaan-Nya yang sangat banyak dan mengetahui sebagian keelokan dan kekokohan yang ada padanya. Ini diketahui dengan pasti dengan diketahui kebesaran-Nya, sifat-Nya yang sempurna, dan kebijaksanaan-Nya yang terus-menerus dalam ciptaan dan perintah. Dia telah memberikan tantangan dan memerintahkan mereka agar berpikir dan terus berpikir apakah mereka menemukan aib/cela atau kekurangan dalam ciptaan-Nya. Sesungguhnya pemikiran akan tumpul dan lemah untuk memberi kritik terhadap sesuatu dari ciptaan-Nya.

Kedua: Kebijaksanaan pada syari'at dan perintah-Nya.
Sesungguhnya Allah عزّوجلّ menetapkan syari'at, menurunkan Kitab, dan mengutus para Rasul agar semua hamba mengenal dan menyembah-Nya. Adakah kebijaksanaan yang lebih besar dari ini? Adakah karunia dan kemuliaan yang lebih agung dari ini? Sesungguhnya mengenal dan menyembah Allah عزّوجلّ, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, beramal dan memuji-Nya dengan ikhlas, bersyukur dan memuji kepada-Nya merupakan pemberian yang paling utama dari-Nya bagi para hamba secara mutlak, karunia yang paling besar bagi orang yang diberi nikmat seperti itu dan keberuntungan serta kebahagiaan yang paling sempurna untuk hati dan jiwa (ruh), sebagaimana hal itu merupakan satu-satunya sebab untuk mencapai kebahagiaan yang abadi dan kesenangan yang kekal. Andaikan tidak ada dalam perintah dan syari'at-Nya, kecuali hikmah yang besar ini, yang merupakan dasar segala kebaikan, kenikmatan yang paling sempurna, dan karenanyalah diciptakan makhluk, pembalasan, dan diciptakan Surga dan Neraka, niscaya hal itu sudah cukup dan memadai.
Syari'at dan agama-Nya meliputi segala kebaikan. Berita-Nya memberikan ilmu, keyakinan, iman, dan 'aqidah yang shahih kepada hati. Hati terus konsisten dengannya sehingga hilang penyimpangannya. Hal itu membuahkan setiap ciptaan yang indah, amal yang shalih, petunjuk, dan nasehat. Semua perintah dan larangan-Nya meliputi puncak kebijaksanaan dan kebaikan serta memperbaiki agama dan dunia. Dia tidak memerintah kecuali dengan sesuatu, yang mutlak mashlahatnya (kebaikannya) atau yang paling dominan. Dia tidak melarang sesuatu, kecuali hal yang keburukannya/kerusakannya sangat mutlak atau yang paling dominan.
Sebagian dari hikmah syari'at Islam bahwa ia adalah puncak untuk perbaikan hati, akhlak, perbuatan, dan istiqamah (konsisten) di jalan yang lurus. Dia adalah puncak untuk perbaikan dunia. Tidak akan baik urusan dunia dengan kebaikan yang hakiki (yang sebenar-benarnya), kecuali dengan agama yang hak, yang dibawa oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Hal ini disaksikan dan dirasakan oleh setiap orang yang berakal. Maka ummat Muhammad صلى الله عليه وسلم, ketika melaksanakan ajaran agama ini, baik ushul (dasar) maupun furu'-nya (cabangnya), serta semua petunjuk dan nasihat, mereka berada di puncak keistiqamahan dan kebaikan. Tatkala mereka berpaling dari ajaran agama ini, meninggalkan kebanyakan dari petunjuknya (agama), dan tidak mencari petunjuk dengan ajarannya yang tinggi, maka berpalinglah dunia mereka sebagaimana agama mereka telah menyimpang.
Demikian pula perhatikanlah ummat yang lain, yang telah sampai pada kekuatan, peradaban, dan kemajuan yang sangat mengagumkan. Akan tetapi, ketika semua itu kosong dari nilai agama, rahmat, dan keadilannya, bahaya dari penemuan mereka lebih besar dari manfaatnya, kejahatannya lebih banyak dari kebaikannya. Para pakar, pemerintah, dan pemimpin mereka tidak mampu membendung bahaya yang diakibatkannya, dan mereka tidak akan pernah mampu membendung hal itu selama keadaan mereka tidak berubah. Oleh karena itu, merupakan hikmah-Nya bahwasanya yang dibawa oleh Muhammad صلى الله عليه وسلم berupa agama dan al-Qur’an yang mulia merupakan bukti yang paling besar atas kejujurannya dan kebenaran yang dibawanya karena keadaan-Nya sebagai pemberi keputusan yang sempurna yang tidak akan ada, kecuali dengan-Nya.
Sebagai kesimpulan, al-Hakiim berhubungan dengan semua makhluk dan syara'. Semuanya berada pada puncak kebijaksanaan. Dia al-Hakiim pada semua hukum yang bersifat qadar (keputusan/ ketentuan), syara' dan pembalasan. Perbedaan antara hukum-hukum qadar dan syara', yaitu: Sesunggguhnya qadar berhubungan dengan yang diadakan, dibentuk, dan ditentukan, dan sesunggguhnya apa yang dikehendaki-Nya, niscaya pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya, niscaya tidak akan terjadi. Sedangkan hukum-hukum syara' berhubungan dengan syari'at-Nya. Hamba Allah tidak lepas dari dua hal tersebut atau dari salah satunya. Siapa di antara mereka yang melakukan perbuatan yang dicintai dan diridhai-Nya, sungguh telah terkumpul padanya dua kebijaksanaan, dan siapa yang melakukan perbuatan yang berlawanan dari hal itu, sungguh didapatkan padanya kebijaksanaan qadar saja. Sesungguhnya apa yang dilakukannya terjadi dengan qadha dan qadar-Nya dan tidak ada dalam hukum syar'i, karena dia telah meninggalkan amal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya. Kebaikan dan kejahatan, taat dan maksiat, semuanya berhubungan dan mengikuti hukum qadar, Amal yang dicintai Allah عزّوجلّ ialah yang mengikuti hukum syar'i dan yang berhubungan dengannya. Wallaahu a'lam. []

Publication : 1437 H_2016 M

Al-Hakiim
Oleh : Syaikh Said bin 'Ali Wahf al-Qahthani

Disalin dari Syarah Asma'ul Husna hal. 106-110, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i
e-Book ini didownload dari www.ibnumajjah.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar